Foto: Felix Degei |
Tulisan ini seluruhnya berdasarkan hasil
pengamatan pribadi. Sehingga sebelumnya penulis hendak mengklarifikasi tentang
penggunaan dua Kata Ganti (pronoun)
dalam tulisan ini. Pertama, Kata Ganti ‘Kita’ dalam tulisan ini maksudnya ‘Orang Indonesia pada umumnya.’ Dan Kedua,
‘Mereka’ maksudnya ‘Orang Barat’ (Western
People).
Tepatnya
pada Tanggal 26 Juli 2016 lalu, penulis yang sama pernah menulis sebuah artikel
pada Media Online Milik Perpustakaan Narotama dengan judul: Gadget sedang
Membunuh Para Kutu Buku. Dalam tulisan tersebut mengulas
secara detail tentang empat hal berdasarkan pengamatan pribadi dari konteks
pola hidup Orang di Indonesia pada umumnya. Pertama; Apa itu ‘gadget’
dan ‘kutu buku’? Kedua; Apa saja ciri-ciri seorang ‘kutu buku’?
Ketiga; Mengapa disebut ‘gadget’ sedang membunuh para ‘kutu buku’? Dan,
Keempat; Apa saja dampaknya serta solusi untuk mengatasinya?
Sementara
dalam tulisan kali ini pembahasannya berdasarkan pengamatan pribadi juga atas
pola hidup Orang Barat (western people). Terlebih khusus oleh penduduk
di Kota Adelaide Australia Selatan. Menariknya karena pola hidup tersebut
tercermin dalam era perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang sama.
Namun sangat beda jauh dengan kebiasaan hidup kita Orang di Indonesia. Sehingga,
pada bagian selanjutnya dari tulisan ini akan dibahas secara detail berdasarkan
pengamatan pribadi.
Setelah
tiba di Kota Adelaide Australia Selatan pada awal Bulan Februari lalu, penulis
sempat kaget dengan berbagai perbedaan yang ada di sini. Tentu banyak hal yang
sangat berbeda dengan Indonesia misalnya cuaca atau iklim, musim, makanan
pokok, gaya hidup dan lain sebagainya. Namun hal yang menjadi fokus dalam
tulisan ini adalah pada aspek gaya hidupnya (life style).
Salah
satu contoh perbedaan yang terlihat sangat menonjol antara Orang Indonesia
dengan Orang Barat seperti di Kota Adelaide adalah kebiasaan membaca. Sungguh
aktivitas tersebut seakan sudah menjadi bagian dari hidup mereka yang tak
terpisahkan. Dimana saja dan kapan saja mayoritas dari mereka selalu jalan
dengan buku di tangannya. Seketika mereka punya waktu luang (leisure time)
tentu mereka akan selalu habiskan dengan aktivitas membaca.
Hal
yang sangat menarik di sini adalah bahwa aktivitas tersebut dilakukan tidak
hanya oleh kelompok atau golongan usia tertentu saja. Akan tetapi, semua
kalangan melakukan aktivitas yang namanya membaca itu. Mereka berasal dari
berbagai perbedaan latar belakang seperti jenis kelamin entah itu laki-laki
ataupun perempuan juga dari aspek usia yakni muda, tua hingga mereka yang sudah
lanjut usia (lansia).
Sehingga,
tidak perluh heran lagi bagi orang baru jika ketemu Orang Barat seperti di
Adelaide Australia yang semua orang selalu sibuk dengan aktivitas membaca buku.
Entah itu di terminal bis, dalam bis, tram, stasion kereta, dalam kereta,
bandara udara, dalam pesawat, bangku di depan ataupun pinggiran toko, mall,
taman bunga, pantai dan tempat umum lainnya.
Realitas
gaya hidup ini sangat beda jauh bahkan perbedaan terbalik dengan kita Orang
Indonesia. Dimana-mana sebagian besar orang selalu jalan dengan alat-alat
elektronik (gadget) dengan berbagai model dalam genggaman tangannya.
Misalnya handphone dengan berbagai merk seperti Samsung, Apple, iPad,
Smartphone dan lain sebagainya. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan ‘Gadget
sedang Membunuh Para Kutu Buku’.
Melihat
dan menyimak gaya hidup seperti itu, penulis penasaran dan pernah
bertanya kepada beberapa Orang Barat di Kota Adelaide. Pertanyaannya hanya satu
yakni; Mengapa orang di sini (Adelaide) banyak yang sangat gemar membaca
dimana saja dan kapan saja karena realitas ini sangat beda dengan kami di
Indonesia?
Hal
yang menarik di sini adalah bahwa meski jawaban berasal dari beberapa orang
namun dengan penjelasan yang kurang lebih sama. Sehingga penulis dapat
menyimpulkan setidaknya ada dua pembiasaan yang memang sejak lama diterapkan
oleh para orang tua bahkan moyang mereka. Kedua kebiasaan tersebut antara lain
sebagai berikut.
Pertama: Orang tua selalu membiasakan anak
sejak kecil untuk membaca selain menonton. Salah satu contohnya adalah dengan
membelikan kaset film atau video dengan bukunya secara lengkap. Sehingga setiap
anak wajib membaca bukunya selesai dulu lalu menonton ataupun sebaliknya.
Kedua:
Di Australia pada
umumnya anak-anak sejak di bangku Sekolah Dasar (Primary School) sudah
ada pelajaran membaca (reading) dengan tingkat kesulitan yang sesuai
dengan usia mereka. Menariknya lagi dari pembiasaan ini adalah diakhir dari
aktivitas membacanya mereka diminta untuk menceritakan kembali (retelling
story). Hasil yang diharapkan adalah cerita berdasarkan pemahaman pribadi
setelah membaca selesai.
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa kedua cara di atas adalah pola pembiasaan yang paling
jitu selama ini diterapkan oleh Orang Barat dalam membangun kegemaran membaca
seseorang sejak usia dini. Meskipun memang masih banyak faktor lain juga yang
turut mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang termasuk aktivitas membaca.
Semoga
tulisan singkat dan sederhana ini akan menggugah hati dan nurani kita dalam
menyikapi segala pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
yang sangat pesat belakangan ini. Harapannya agar ia tidak mengikis bahkan
mematikan kebiasaan-kebiasan lama yang sesungguhnya menumbuhkan daya cipta,
karya dan karsa dari setiap insan.
Indonesia Kita Pasti BISA!
Oleh Felix Degei (Penulis Adalah Direktur Bidang Riset dan Kajian Akademik Persatuan Pelajar Indonesia
Australia The University of Adelaide (PPIA UofA) Australia Selatan)
0 Post a Comment:
Post a Comment